Menghadirkan Kitab Kuning ke Dunia Global: Strategi Irfani Book Publisher Menjadi Pelopor Functional Language dalam Tradisi Pesantren

Penulis: Irfan Soleh


Ketika Irfani Book Publisher memutuskan untuk menghadirkan kitab kuning dengan metode Irfani—yakni kitab kuning yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris—tantangan dan peluang besar terbuka sekaligus. Tradisi keilmuan pesantren yang klasik kini bersentuhan dengan pendekatan modern bernama functional language, sebuah metode pembelajaran bahasa yang menekankan fungsi, makna, dan penggunaan langsung dalam konteks sehari-hari. Pertanyaannya, bagaimana tim Irfani Book Publisher dapat menggabungkan dua dunia ini menjadi karya monumental yang tidak hanya menjaga orisinalitas kitab kuning, tetapi juga mudah dipelajari oleh santri global?


Perjalanan ini bermula dari pemahaman mendalam bahwa kitab kuning bukan sekadar kumpulan teks keagamaan, tetapi sebuah warisan intelektual yang hidup. Agar terhubung dengan generasi baru, terlebih dengan santri non-nusantara atau pembelajar internasional, bahasa Inggris harus tampil bukan sebagai terjemahan kaku, melainkan sebagai media yang membantu teks itu “berbicara” dalam kehidupan pembacanya. Oleh karena itu, tim Irfani perlu menempatkan bahasa Inggris sebagai alat komunikasi yang menyampaikan makna, bukan sekadar memindahkan kata demi kata dari bahasa Arab.


Langkah awal yang harus dilakukan adalah membangun fondasi linguistik yang kuat sehingga terjemahan tidak kehilangan ruh ilmiah kitab kuning. Prinsip functional language menuntut setiap padanan kata muncul dalam bentuk frasa dan kalimat yang dapat langsung digunakan. Ini berarti setiap istilah fiqh, akhlak, tafsir, atau nahwu perlu dijelaskan dalam konteks yang dapat dipraktikkan, bukan dalam format glosarium yang kering. Pembaca harus merasakan bahwa teks tersebut hidup, berfungsi, dan relevan. Karena itu, tim penerjemah dan penyunting perlu bekerja dalam satu tarikan napas: memahami teks Arab, memahami fungsi bahasa Inggris, dan menyatukan keduanya dalam alur yang komunikatif.


Selanjutnya, Irfani Book Publisher perlu menggeser pendekatan terjemahan dari grammar-based menuju language-based. Kitab kuning yang diterjemahkan tidak boleh membuat pembacanya tersandung pada struktur bahasa Inggris yang terlalu akademik. Sebaliknya, bahasa harus mengalir, mudah dipahami, namun tetap menjaga standar ilmiah pesantren. Inilah yang membuat proses kurasi bahasa menjadi penting. Tim tidak hanya menerjemahkan, tetapi juga memilih frasa-frasa yang sesuai dengan situasi, budaya, serta cara berpikir pembaca modern. Terjemahan harus menghadirkan pengalaman belajar yang menyenangkan, bukan membebani.


Untuk menciptakan pengalaman tersebut, unsur kepercayaan diri pembaca juga perlu diperhatikan. Kitab kuning seringkali dianggap “berat” bahkan bagi santri yang sudah fasih bahasa Arab. Ketika diterjemahkan ke bahasa Inggris dalam gaya functional language, pembaca harus merasa bahwa teks ini tidak menakutkan, tetapi menuntun. Untuk itu, tim Irfani Book Publisher perlu merancang alur penyajian yang bertahap, memulai dari konsep sederhana, memberikan contoh percakapan atau paragraf penggunaan, kemudian mengarahkan pembaca ke bagian yang lebih kompleks. Dengan pendekatan ini, kitab kuning menjadi jembatan pengetahuan yang ramah, bukan tembok yang tinggi.


Tahap berikutnya adalah memastikan praktik dan aplikasi selalu hadir dalam setiap bab. Konsep functional language tidak memberi ruang bagi teori yang tidak bisa dipraktikkan. Maka, tim perlu mengembangkan bagian aplikasi pada setiap materi: bagaimana istilah digunakan, bagaimana hukum fiqh diterapkan dalam dialog sehari-hari, bagaimana nilai akhlak muncul dalam percakapan, atau bagaimana kaidah tafsir dapat dipahami dalam konteks modern. Dengan cara ini, kitab kuning terjemahan tidak menjadi buku pasif, tetapi modul interaktif yang dapat dibaca, dipahami, dan langsung digunakan.


Keberhasilan proyek ini juga membutuhkan kolaborasi antara ahli kitab kuning, ahli bahasa, editor akademik, dan desainer buku. Penyajian visual harus mendukung konsep functional language dengan tata letak yang bersih, contoh penggunaan yang jelas, ilustrasi jika diperlukan, dan navigasi konten yang memudahkan pembaca berpindah antar konsep. Semua elemen ini menjadikan kitab kuning metode Irfani bukan hanya karya ilmiah, tetapi juga learning experience yang dirancang secara profesional.


Akhirnya, langkah paling penting adalah menjaga adab, menjaga orisinalitas, dan menjaga jembatan antara tradisi dan modernitas. Tim Irfani Book Publisher tidak hanya menerjemahkan kitab, tetapi mengemban misi besar: membawa warisan pesantren ke pentas global tanpa kehilangan cahaya aslinya. Dan dengan pendekatan functional language yang tepat, kitab kuning dapat menjadi lebih daripada teks; ia menjadi pengalaman belajar, pengalaman spiritual, dan pengalaman intelektual yang terus hidup dari generasi ke generasi.


Bandung, 6 Desember 2025