Hud-hud, Nabi Sulaiman, dan Ratu Bilqis: Pelajaran Bisnis dan Kepemimpinan dalam Tafsir QS An-Naml ayat 22-44

Penulis: Irfan Soleh


Pengajian tafsir di Pesantren Raudhatul Irfan malam ini memasuki Surah An-Naml ayat 22 sampai 44, yang masih berada di dalam Juz 19. Bagian ini menghadirkan sebuah kisah menarik antara burung Hud-hud, Nabi Sulaiman, dan Ratu Bilqis dari negeri Saba’. Kisah ini tidak hanya sarat dengan hikmah spiritual, tetapi juga mengandung nilai-nilai kepemimpinan, kebijaksanaan, strategi dakwah, hingga pelajaran Qur’anicpreneur yang relevan dalam kehidupan. Seperti apa kisahnya? Apa pelajaran yang bisa diambil dari kisah tersebut?


Kisah dimulai ketika Hud-hud, burung kecil dalam pasukan Nabi Sulaiman, kembali setelah sempat menghilang. Ia datang membawa kabar besar: di negeri Saba’ terdapat seorang ratu bernama Bilqis yang memimpin rakyatnya dengan megah, namun mereka menyembah matahari. Firman Allah menuturkan:


“Maka (Hud-hud) tidak lama menghilang, lalu ia berkata: Aku telah mengetahui sesuatu yang belum engkau ketahui; aku datang kepadamu dari negeri Saba’ dengan membawa berita yang meyakinkan.” (QS. An-Naml: 22)


Di sinilah pesan pentingnya: informasi adalah aset berharga. Burung kecil ini justru menjadi pembawa berita besar yang mengubah arah perjalanan dakwah Nabi Sulaiman. Dalam perspektif Qur’anicpreneur, informasi yang akurat dan tepat waktu adalah kunci keberhasilan usaha maupun kepemimpinan.


Nabi Sulaiman tidak langsung percaya begitu saja. Beliau melakukan tabayyun, memastikan kebenaran berita itu. Setelah yakin, beliau mengirim surat dakwah yang singkat namun penuh wibawa, berisi ajakan untuk tunduk kepada Allah. Strategi komunikasi yang padat, jelas, dan bernilai inilah yang menunjukkan kepemimpinan visioner.


Bilqis, sebagai ratu yang bijaksana, menerima surat itu dan langsung bermusyawarah dengan para pembesarnya. Meski para pembesar cenderung mengedepankan perang, Bilqis menolaknya. Ia memilih strategi diplomasi dengan mengirim hadiah untuk menguji Nabi Sulaiman. Sikap ini menunjukkan manajemen risiko yang baik: tidak gegabah, tidak emosional, tetapi memilih jalan yang lebih damai.


Namun hadiah itu ditolak oleh Nabi Sulaiman. Beliau menegaskan bahwa rezeki yang Allah berikan jauh lebih baik daripada apa yang mereka bawa. Penolakan ini mencerminkan integritas. Kekuasaan dan dakwah tidak bisa dibeli dengan materi. Di sini terdapat pelajaran besar: integritas lebih berharga daripada harta, dan seorang Qur’anicpreneur harus menempatkan prinsip di atas keuntungan duniawi.


Kisah berlanjut dengan perintah Nabi Sulaiman agar singgasana Bilqis didatangkan. Seorang jin menawarkan diri dengan cepat, tetapi seorang hamba yang diberi ilmu oleh Allah (disebut dalam tafsir sebagai Ashif bin Barkhiya) mendatangkannya dalam sekejap mata. Nabi Sulaiman pun menyadari bahwa ini adalah karunia Allah, lalu berkata:


“Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mengujiku, apakah aku bersyukur atau kufur.” (QS. An-Naml: 40). 


Ungkapan ini menunjukkan sikap seorang nabi yang tetap rendah hati dan menyadari bahwa semua keberhasilan hanyalah ujian untuk mengukur kesyukuran.


Ketika Bilqis akhirnya tiba, ia menyaksikan singgasananya sudah ada di istana Nabi Sulaiman. Lalu ia diuji dengan sebuah lantai kaca bening menyerupai air. Ia menyangka itu air dan menyingkap kain penutup betisnya, namun ternyata hanyalah kaca. Peristiwa ini membuatnya sadar akan keterbatasan dirinya. Akhirnya ia mengakui kesalahannya dan berserah diri:


“Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah berbuat zalim terhadap diriku. Aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan seluruh alam.” (QS. An-Naml: 44)


Dari rangkaian ayat ini, terdapat sejumlah pelajaran Qur’anicpreneur yang dapat dipetik. Pertama, informasi yang akurat adalah aset besar, sebagaimana Hud-hud menunjukkan pentingnya data dan pengamatan. Kedua, seorang pemimpin atau pengusaha harus melakukan tabayyun sebelum mengambil keputusan. Ketiga, musyawarah dan manajemen risiko adalah kunci kebijaksanaan dalam kepemimpinan. 


Keempat, integritas jauh lebih berharga daripada harta. Kelima, ilmu dan inovasi lebih unggul daripada kekuatan semata, sebagaimana Ashif mengalahkan jin dengan ilmu. Keenam, keberhasilan adalah ujian untuk bersyukur, bukan untuk sombong. Ketujuh, tujuan akhir dari semua perjuangan adalah tauhid, tunduk kepada Allah.


Kisah Nabi Sulaiman dan Ratu Bilqis ini membuktikan bahwa Al-Qur’an tidak hanya berbicara soal akidah dan ibadah, tetapi juga menghadirkan prinsip-prinsip kepemimpinan, komunikasi, manajemen, dan entrepreneurship yang dapat menjadi pegangan. Inilah esensi Qur’anicpreneur: menjadikan bisnis, kepemimpinan, dan segala aktivitas duniawi sebagai jalan menuju tauhid dan ridha Allah.


Pesantren Raudhatul Irfan, 1 Oktober 2025