GROW MODEL MASALIK: Jalan Para Salik Organisatoris Menuju Persatuan dan Ekonomi Berjamaah

Oleh: Irfan Soleh

Segala puji bagi Allah yang telah mempertemukan hati-hati para ulama, kiai, dan pegiat dakwah dalam satu kesadaran yang sama: bahwa perjalanan menuju Allah tidak berhenti di mihrab dzikir, tetapi harus berlanjut dalam amal sosial dan perjuangan membangun kemaslahatan. Dari pertemuan yang penuh keberkahan di Hari Santri 22 Oktober 2025 itulah, lahir satu gerakan yang menghubungkan spiritualitas dengan realitas, dzikir dengan kerja, dan ukhuwah dengan ekonomi. Gerakan itu bernama MASALIK, yang tumbuh dari hati yang ingin menyatukan langkah-langkah umat dalam satu arah: menuju Allah melalui kolaborasi dan kesejahteraan bersama. Lalu bagaimana perjalanan spiritual dan sosial MASALIK ini bisa dibaca dalam bingkai GROW Model—sebuah kerangka yang membantu umat menapaki tujuan besar dengan kesadaran, realitas, pilihan, dan tindakan nyata?

Tujuan utama (Goal) MASALIK adalah mewujudkan persatuan umat. Sebab para sālikīn ilallāh masa kini memahami bahwa perpecahan adalah hijab terbesar yang menghalangi kemajuan umat. Persatuan yang dimaksud bukan keseragaman, melainkan kesepahaman—yakni kesadaran bahwa perbedaan ormas, lembaga, dan metode bukan alasan untuk berjarak, tetapi ladang untuk saling melengkapi. Inilah yang menjadi goal spiritual dan sosial MASALIK: membangun ukhuwah dalam empat lapisan sekaligus — imaniyyah, islāmiyyah, insāniyyah, dan ‘ālamiyyah — agar umat Islam kembali menemukan kekuatannya yang hakiki: kekuatan cinta dan kebersamaan di jalan Allah. Dari kesatuan hati inilah lahir kekuatan untuk menegakkan kemandirian, termasuk dalam bidang ekonomi, karena tidak mungkin umat yang tercerai-berai mampu berdaya dan berdikari.

Namun kenyataannya, kesadaran ini masih baru tumbuh. MASALIK lahir dari sebuah realitas (Reality) bahwa kolaborasi antar pesantren dan antar ormas selama ini masih berjalan sendiri-sendiri. Setiap lembaga memiliki niat baik, tetapi sering berjalan dalam lintasan terpisah. Momentum Hari Santri menjadi titik balik dari keadaan ini. Pada hari itu, para kiai, asatidz, dan pegiat dakwah duduk bersama dalam satu majelis ukhuwah di Kabupaten Ciamis. Mereka tidak hanya berbicara tentang sejarah santri, tetapi juga tentang masa depan umat. Dari dialog hangat itu lahir keyakinan bersama bahwa kerja sama ini tidak boleh berhenti di seremoni, tetapi harus berwujud gerakan yang terus hidup. Inilah reality MASALIK: langkah pertama para sālikīn zaman ini baru saja dimulai, namun sudah membawa cahaya yang menerangi jalan panjang di hadapan.

Dari realitas itu, lahirlah pilihan (Options) yang penuh makna: mendirikan wadah bernama MASALIK. Nama ini sendiri mengandung ruh tasawuf — masālik berarti “jalan-jalan”, yaitu lintasan para sālik menuju Allah. Maka, MASALIK bukan sekadar organisasi, tetapi jalan kolektif umat untuk menempuh sulūk bersama: menapaki kesucian hati sambil membangun masyarakat. Para pendirinya sepakat bahwa salah satu jalan utama yang harus ditempuh adalah membangun ekosistem ekonomi berjamaah, agar dakwah dan pendidikan tidak tercerabut dari kekuatan ekonomi.

Melalui kerja sama antar-pesantren, antar-ormas, dan antar-komunitas Muslim, MASALIK menyiapkan jaringan usaha berbasis syariah — koperasi, distribusi halal, dan pemberdayaan usaha pesantren. Ini bukan semata proyek ekonomi, melainkan perwujudan dari firman Allah, “wa ta‘āwanū ‘alal-birri wat-taqwā” — tolong-menolonglah kamu dalam kebajikan dan takwa. Kolaborasi ekonomi ini adalah bentuk nyata dari ukhuwah yang hidup: bukan sekadar di lisan, tetapi di lapangan.

Namun sulūk tidak akan berarti tanpa tindakan nyata (Willingness to act). Kesediaan untuk bertindak menjadi penentu arah perjalanan para sālikīn. Karena itu, MASALIK membuktikan niat baiknya dengan meluncurkan produk kolaboratif bernama Pesantrend pada peringatan Hari Santri 2025. Produk ini bukan hanya simbol kerja sama, tetapi juga tanda lahirnya ekosistem ekonomi umat yang berbasis pesantren. Pesantrend adalah wujud amal berjamaah, di mana pesantren tidak lagi menjadi objek bantuan, tetapi subjek pembangunan ekonomi. Ia menjadi saksi bahwa spiritualitas bisa bertemu dengan produktivitas, bahwa dzikir bisa melahirkan inovasi, dan bahwa cinta kepada Allah bisa diwujudkan dalam cinta kepada umat.

Begitulah GROW Model MASALIK membingkai perjalanan kolektif umat: dari tujuan persatuan, kesadaran realitas, pilihan jalan, hingga tindakan nyata. Semuanya berpadu menjadi satu sulūk berjamaah di zaman modern — di mana para sālikīn tidak hanya berjalan di jalan ruhani, tetapi juga menapaki jalan sosial dan ekonomi sebagai bentuk ibadah. Maka MASALIK bukan sekadar gerakan, melainkan jalan panjang menuju Allah yang ditempuh bersama; jalan yang menghubungkan dzikir dengan amal, ukhuwah dengan ekonomi, dan iman dengan tindakan.

Apakah kita siap berjalan di jalan ini — jalan para sālikīn yang bukan hanya berdzikir dengan lisan, tetapi juga bekerja dengan tangan, membangun dunia dengan iman, dan menghidupkan umat dengan ekonomi berjamaah? Semoga Allah meneguhkan langkah-langkah kita di jalan-Nya. Āmīn.

Pesantren Raudhatul Irfan, 26 Oktober 2025