Qarun dan Etika Quranicpreneur: Belajar dari Jatuhnya Sang Kaya Raya
Penulis: Irfan Soleh
Banyak orang bermimpi menjadi kaya raya. Mereka bekerja keras, membangun jaringan, menyusun strategi, dan berharap suatu hari hidup mereka bergelimang harta. Namun, pertanyaan pentingnya adalah: apakah harta yang berlimpah otomatis berarti keberkahan? Apakah kekayaan tanpa iman benar-benar membawa kebahagiaan?
Al-Qur’an menyingkap kisah Qarun dalam QS Al-Qashash ayat 76–83. Kisahnya bukan sekadar potret sejarah, tetapi cermin bagi siapa saja yang menapaki jalan bisnis. Ia adalah peringatan keras sekaligus pelajaran berharga bagi seorang Quranicpreneur, yakni wirausahawan Muslim yang menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman.
Allah berfirman, “Sesungguhnya Qarun adalah termasuk kaum Musa, tetapi ia berlaku zalim terhadap mereka. Dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh orang-orang yang kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya, ‘Janganlah engkau terlalu bangga. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang membanggakan diri’.” (QS Al-Qashash: 76).
Begitu dahsyat kekayaan Qarun, sehingga orang-orang di sekitarnya kagum. Namun kekaguman itu dibarengi dengan rasa cemas. Mereka melihat tanda-tanda kesombongan dan berusaha menasihatinya. Mereka berkata, “Dan carilah dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah engkau melupakan bagianmu di dunia; berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah engkau berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS Al-Qashash: 77).
Nasihat itu jelas dan penuh kasih sayang. Mereka tidak melarang Qarun untuk menikmati dunianya, tetapi mengingatkan agar orientasi hidup tetap terjaga. Dunia hanya persinggahan, sedangkan akhirat tujuan utama. Sayangnya, Qarun menolak. Ia menjawab dengan pongah, “Sesungguhnya aku hanya diberi (kekayaan) itu semata-mata karena ilmu yang ada padaku.” (QS Al-Qashash: 78). Ia merasa bahwa kepintarannya, pengalamannya, dan strateginya adalah penyebab utama kekayaan. Ia lupa bahwa semua itu hanyalah karunia Allah.
Kesombongan itu pun berbuah kehancuran. Allah berfirman, “Maka Kami benamkan dia (Qarun) beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golongan pun yang menolongnya selain Allah. Dan tidaklah ia termasuk orang-orang yang dapat membela diri.” (QS Al-Qashash: 81). Seketika harta yang dibanggakan itu lenyap, dan orang-orang yang tadinya mengagumi Qarun pun tersadar. Mereka berkata, “Aduhai, benarlah Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya dan menyempitkannya. Sekiranya Allah tidak melimpahkan karunia-Nya atas kita, tentu Dia telah membenamkan kita (pula). Aduhai, benarlah tidak beruntung orang-orang yang mengingkari (nikmat Allah).” (QS Al-Qashash: 82).
Kisah Qarun menegaskan bahwa kekayaan sejati bukan sekadar jumlah harta, melainkan bagaimana harta itu membawa seseorang lebih dekat kepada Allah. Bagi seorang Quranicpreneur, kisah ini menjadi cermin. Harta adalah amanah, bukan milik mutlak. Ia adalah titipan yang sewaktu-waktu bisa dicabut. Bisnis boleh berkembang, aset boleh meluas, tetapi semua itu harus diikat dengan syukur dan digunakan untuk manfaat sosial.
Al-Qur’an menutup kisah ini dengan sebuah visi besar. “Negeri akhirat itu Kami jadikan bagi orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri di bumi dan tidak berbuat kerusakan. Dan kesudahan yang baik itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS Al-Qashash: 83). Inilah tujuan hakiki seorang Quranicpreneur: bukan sekadar membangun kerajaan bisnis di dunia, melainkan menyiapkan istana abadi di akhirat.
Seorang pengusaha Muslim sejati tidak jatuh pada jebakan Qarun modern yang merasa sukses semata-mata karena dirinya. Ia justru menjadikan bisnisnya sebagai sarana ibadah, sarana berbagi manfaat, dan sarana menebar keberkahan. Dunia tetap digarap dengan serius, tetapi akhirat tetap menjadi tujuan akhir. Dengan begitu, bisnis bukan hanya menghasilkan keuntungan, melainkan juga pahala.
Kisah Qarun adalah peringatan sekaligus inspirasi. Ia mengingatkan kita bahwa harta bisa menjadi nikmat, bisa juga menjadi azab. Quranicpreneur sejati akan memilih menjadikan harta sebagai jalan menuju ridha Allah, bukan sebagai lubang yang menjerumuskannya. Dan selama orientasi itu terjaga, maka dunia dan akhirat akan berpadu indah dalam setiap langkah bisnis yang dijalani.
Pesantren Raudhatul Irfan, 16 September 2025
.png)
0 Komentar