Pesantren, Jalan Indonesia Menuju Pusat Ekonomi Syariah Dunia
Penulis: Irfan Soleh
Mungkinkah pesantren menjadi motor penggerak ekonomi syariah hingga membawa Indonesia ke posisi pusat ekonomi syariah dunia? Apa kontribusi nyata pesantren di tengah derasnya arus globalisasi halal? Dan bagaimana pesantren bisa menjawab tantangan agar Indonesia tidak sekadar menjadi konsumen produk halal, tetapi juga produsen utama? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang semakin relevan ketika Indonesia kini berada di tiga besar dunia dalam Global Islamic Economy Index dan menargetkan diri menjadi pusat ekonomi syariah global pada 2029.
Pesantren bukan hanya lembaga pendidikan agama, tetapi pusat peradaban yang menyatu dengan kehidupan masyarakat. Lebih dari 36 ribu pesantren tersebar di pelosok negeri dengan jutaan santri yang belajar, berjuang, dan siap mengabdi. Sejak dahulu, pesantren tidak hanya melahirkan ulama, tetapi juga tokoh pergerakan sosial, ekonomi, bahkan politik. Dengan kedekatannya pada masyarakat, pesantren memiliki posisi strategis dalam membangun ekosistem ekonomi syariah yang kuat.
Ekonomi syariah kini menjadi perhatian dunia, bahkan negara-negara non-Muslim berlomba mengambil peluangnya. Brazil menjadi pemasok unggas halal terbesar, Australia eksportir daging halal, Inggris membangun London sebagai pusat keuangan syariah, sementara Korea Selatan dan Thailand menggarap pariwisata dan produk halal. Indonesia, dengan mayoritas penduduk Muslim, tentu memiliki keunggulan besar. Laporan State of the Global Islamic Economy mencatat Indonesia berada di posisi pertama untuk modest fashion dan kedua dalam wisata ramah Muslim serta farmasi dan kosmetik halal. Namun untuk menjadi produsen utama, Indonesia membutuhkan motor penggerak yang mampu menggerakkan umat dari bawah, dan pesantren hadir sebagai jawabannya.
Pesantren dapat memperluas literasi ekonomi syariah melalui kurikulum, pengajian, dan pelatihan, sehingga santri dan masyarakat memahami zakat, wakaf, pengelolaan keuangan, dan gaya hidup halal. Pesantren juga bisa berkembang menjadi inkubator wirausaha halal dengan unit usaha seperti koperasi syariah, minimarket halal, pertanian organik, perikanan bioflok, hingga industri kreatif. Selain itu, pesantren berperan sebagai penggerak filantropi Islam, mengelola zakat, infaq, sedekah, dan wakaf dengan tata kelola modern untuk pembangunan umat. Tidak kalah penting, pesantren melahirkan da’i ekonomi syariah yang menyebarkan semangat gaya hidup halal, baik di masjid, kampus, media digital, maupun masyarakat luas. Jika pesantren bersatu membangun jaringan usaha kolektif, kekuatan pasar yang terbentuk akan mampu bersaing dengan korporasi besar.
Salah satu contoh nyata peran ini terlihat di Pesantren Raudhatul Irfan. Santri di pesantren ini tidak hanya belajar ilmu agama, tetapi juga terlibat dalam usaha produktif seperti Sektor Perdagangan seperti mini market, Pertanian organik dan inovasi jamur merang juga perikanan seperti budidaya ikan dengan teknologi bioflok . Usaha-usaha ini bukan hanya menumbuhkan kemandirian ekonomi, tetapi juga menjadi sarana pendidikan praktis yang mengajarkan penerapan prinsip halalan thayyiban. Santri belajar mengelola usaha dengan jujur, membagi hasil dengan adil, serta menghadirkan manfaat bagi masyarakat. Inilah bentuk dakwah ekonomi syariah yang nyata—bukan sekadar wacana, melainkan amal yang hidup di tengah umat.
Cita-cita besar menjadikan Indonesia pusat ekonomi syariah dunia hanya bisa terwujud melalui sinergi. Pemerintah melalui Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) telah memberi arah, industri halal terus berkembang, dan masyarakat semakin sadar akan pentingnya produk halal. Pesantren menjadi simpul yang menghubungkan semuanya, menggerakkan kesadaran kolektif umat dari akar rumput hingga ke level nasional.Sebagaimana ditekankan dalam Training of Trainer Da’i Ekonomi Syariah 2025, gerakan literasi dan inklusi ekonomi syariah harus melibatkan semua lapisan masyarakat. Pesantren, termasuk Raudhatul Irfan, hadir sebagai penggerak yang paling dekat dengan umat dan paling mampu mendorong perubahan.
Jawaban dari pertanyaan awal kini semakin jelas. Pesantren sangat mungkin membawa Indonesia menjadi pusat ekonomi syariah dunia. Sebagai laboratorium peradaban Islam, pesantren memadukan ilmu agama dengan praktik ekonomi, melahirkan santri yang siap menjadi ulama sekaligus pelaku usaha syariah. Jika seluruh pesantren di Indonesia bergerak bersama, maka cita-cita besar itu akan lebih mudah terwujud. Indonesia akan tampil bukan hanya sebagai konsumen, tetapi juga produsen utama produk halal dunia. Dan cahaya perubahan itu akan terus lahir dari pesantren—dari tempat seperti Raudhatul Irfan—yang menjadikan dakwah ekonomi syariah sebagai amal nyata bagi umat dan bangsa.
Hotel Bess Mansion Surabaya, 11 September 2025
0 Komentar