Peran Zakat dalam Mengentaskan Kemiskinan di Indonesia

Penulis: Irfan Soleh


Zakat merupakan salah satu tema yang dibahas pada hari Kedua Training of Trainer Ekonomi Syariah Da'i Daiyah 2025. Zakat selama ini tidak hanya dipahami sebagai kewajiban ibadah, tetapi juga sebagai instrumen sosial-ekonomi yang strategis. Di tengah tantangan kemiskinan yang masih membelit sebagian masyarakat Indonesia, zakat muncul sebagai salah satu jawaban yang memberi harapan. Namun, sejauh mana sebenarnya zakat berperan dalam menekan angka kemiskinan? 


Data BPS menunjukkan bahwa per Maret 2025 persentase penduduk miskin di Indonesia turun menjadi 8,47 persen, atau sekitar 23,85 juta orang. Dari jumlah itu, kemiskinan ekstrem tercatat hanya 0,85 persen atau 2,38 juta orang. Angka ini menurun dibanding periode sebelumnya, sekaligus menunjukkan adanya tren positif dalam pengentasan kemiskinan nasional. Garis kemiskinan pun ditetapkan sekitar Rp609.160 per kapita per bulan, menjadi acuan untuk menentukan siapa saja yang tergolong miskin dan miskin ekstrem.


Di sisi lain, pengumpulan zakat nasional memperlihatkan lonjakan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2018, zakat yang terhimpun baru mencapai Rp8,12 triliun. Angka ini melonjak lebih dari dua kali lipat pada 2022 menjadi Rp22,48 triliun, dan hanya dalam semester pertama 2023 sudah mencapai Rp33 triliun. Lonjakan ini mencerminkan meningkatnya kesadaran masyarakat dalam menunaikan kewajiban zakat, sekaligus semakin baiknya pengelolaan lembaga zakat seperti BAZNAS.


Dampak dari pengelolaan zakat dapat dilihat dari laporan BAZNAS. Pada 2023, zakat berhasil membantu 42.279 jiwa keluar dari kemiskinan, dengan 21.140 di antaranya berasal dari kelompok miskin ekstrem. Angka ini meningkat drastis pada 2024, ketika zakat secara nasional mampu mengentaskan 1,35 juta jiwa, di mana lebih dari separuhnya, sekitar 721 ribu orang, adalah masyarakat miskin ekstrem. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin Indonesia, zakat berkontribusi sekitar 5,6 persen dalam pengentasan kemiskinan.


Angka ini memang belum bisa menyelesaikan masalah kemiskinan secara menyeluruh, mengingat jumlah penduduk miskin masih mencapai puluhan juta jiwa. Namun, tren yang ditunjukkan sangat positif. Dari tahun ke tahun, bukan hanya jumlah dana zakat yang meningkat, melainkan juga efektivitasnya dalam mengurangi beban kemiskinan. Zakat yang dahulu lebih banyak dipahami sebagai bantuan konsumtif, kini mulai dikelola dengan pendekatan pemberdayaan produktif. Mustahik tidak lagi hanya menerima bantuan sesaat, tetapi juga diberi akses modal usaha, pelatihan, serta pendampingan agar mampu mandiri secara ekonomi.


Potensi zakat yang belum tergarap sepenuhnya membuat ruang peran zakat dalam pengentasan kemiskinan masih sangat besar. Pusat Kajian Strategis BAZNAS memperkirakan potensi zakat nasional mencapai lebih dari Rp300 triliun per tahun, sementara realisasi pengumpulan baru menyentuh puluhan triliun. Artinya, baru sekitar 10 persen dari potensi yang bisa dimobilisasi. Jika penghimpunan zakat dapat ditingkatkan secara bertahap melalui digitalisasi, inovasi produk zakat, serta dukungan regulasi pemerintah, maka zakat akan menjadi instrumen yang jauh lebih kuat dalam membantu pemerintah menurunkan angka kemiskinan dan menghapuskan kemiskinan ekstrem.


Peran zakat dalam mengurangi kemiskinan juga semakin strategis ketika dikaitkan dengan agenda nasional pengentasan kemiskinan ekstrem. Pemerintah menargetkan nol persen kemiskinan ekstrem, dan zakat terbukti berkontribusi nyata dalam mencapai target ini. Dengan model penyaluran yang tepat, zakat dapat menjangkau mereka yang selama ini luput dari program bantuan sosial formal pemerintah.


Tentu, masih ada sejumlah tantangan. Skala intervensi zakat belum sebanding dengan jumlah orang miskin secara keseluruhan, dan distribusinya perlu terus diawasi agar tepat sasaran. Selain itu, tantangan kemiskinan struktural di pedesaan, akses pendidikan, serta ketimpangan ekonomi masih harus ditangani bersama-sama dengan kebijakan publik yang lebih komprehensif. Namun, di balik tantangan itu ada peluang besar: potensi zakat yang sangat besar, meningkatnya kesadaran umat, serta berkembangnya ekosistem digital yang memudahkan masyarakat untuk menyalurkan zakatnya secara cepat dan transparan.


Dengan tren penghimpunan yang terus naik, ditambah proyeksi potensi yang bisa digali hingga ratusan triliun rupiah, zakat berpeluang menjadi instrumen kunci dalam mencapai Indonesia tanpa kemiskinan ekstrem. Jika pada 2024 zakat telah mampu mengentaskan lebih dari satu juta jiwa, maka dalam beberapa tahun ke depan bukan tidak mungkin jumlahnya akan berlipat ganda, selaras dengan peningkatan penghimpunan dana dan program pemberdayaan yang semakin masif.


Pada akhirnya, zakat bukan hanya kewajiban agama, melainkan juga sebuah gerakan sosial yang mampu menjembatani kesenjangan. Melalui zakat, solidaritas umat terwujud nyata, mengangkat derajat kaum lemah, sekaligus memperkuat fondasi Indonesia untuk keluar dari jerat kemiskinan. Semoga...Amin...


Bess Mansion Hotel Surabaya, 12 September 2025