Konsep Entrepreneurship dari Kisah Nabi Sulaiman

Penulis: Irfan Soleh


Setiap ba’da magrib di Pesantren Raudhatul Irfan kita biasa duduk bersama dalam majelis tafsir Qur’an, menggali hikmah dari kisah dan pelajaran dari al Qur'an yang bisa kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Pada edisi malam ini, Selasa 23 September 2025, kita akan menelaah kisah Nabi Sulaiman `alaihissalam dalam perspektif entrepreneurship Qur’ani. Pertanyaannya, bagaimana seorang nabi yang dikenal dengan kerajaan yang luas, kekuatan besar, serta karunia luar biasa itu bisa menjadi teladan bagi santri, umat, bahkan para pelaku usaha dalam membangun peradaban yang berlandaskan iman dan syukur?


Al-Qur’an menggambarkan keistimewaan Nabi Sulaiman dalam QS. Saba’ ayat 12:


وَلِسُلَيْمَانَ ٱلرِّيحَ غُدُوُّهَا شَهْرٞ وَرَوَاحُهَا شَهْرٞۖ وَأَسَلْنَا لَهُۥ عَيْنَ ٱلْقِطْرِۖ وَمِنَ ٱلْجِنِّ مَن يَعْمَلُ بَيْنَ يَدَيْهِ بِإِذْنِ رَبِّهِۦۖ وَمَن يَزِغۡ مِنۡهُمۡ عَنۡ أَمۡرِنَا نُذِقۡهُ مِنۡ عَذَابِ ٱلسَّعِيرِ


“Dan Kami tundukkan angin bagi Sulaiman; perjalanannya di waktu pagi sama dengan perjalanan sebulan, dan perjalanannya di waktu sore sama dengan perjalanan sebulan pula. Dan Kami alirkan cairan tembaga baginya. Dan sebagian dari jin ada yang bekerja di hadapannya dengan izin Tuhannya. Dan siapa yang menyimpang di antara mereka dari perintah Kami, akan Kami rasakan kepadanya azab neraka yang menyala-nyala.”


Ayat ini menyimpan banyak pesan entrepreneurship. Pertama, soal transportasi dan logistik. Allah menundukkan angin untuk Nabi Sulaiman sehingga perjalanan jauh bisa ditempuh dengan sangat cepat, setara dengan perjalanan sebulan hanya dalam setengah hari. Ini mengajarkan kepada kita pentingnya efisiensi dalam mobilitas. Dalam dunia usaha, distribusi barang dan akses ke pasar adalah kunci, dan Nabi Sulaiman memperlihatkan bahwa penguasaan jalur transportasi berarti penguasaan ekonomi.


Kedua, tentang pengelolaan sumber daya alam. Allah mengalirkan cairan tembaga untuknya, bahan tambang yang pada masa itu menjadi komoditas berharga. Tembaga bisa diolah menjadi senjata, peralatan, dan bangunan. Nabi Sulaiman tidak hanya berhenti pada eksploitasi bahan mentah, melainkan melakukan hilirisasi dan industrialisasi. Ini pesan penting bagi kita: seorang entrepreneur sejati bukan hanya menjual apa adanya, tetapi mampu meningkatkan nilai tambah dari apa yang ada di tangannya.


Ketiga, ayat ini juga berbicara tentang manajemen sumber daya manusia. Jin pun diperintah untuk bekerja di bawah kepemimpinan Nabi Sulaiman. Ada aturan, ada struktur, bahkan ada sanksi bagi yang melanggar. Ini menunjukkan bahwa entrepreneurship membutuhkan tata kelola yang jelas, kedisiplinan, serta kepemimpinan yang tegas namun adil. Tanpa sistem kerja yang rapi, sebesar apapun potensi tidak akan bisa berkembang.


Lebih jauh lagi, dalam QS. An-Naml ayat 20–21, kita melihat ketelitian Nabi Sulaiman ketika memperhatikan seekor burung hud-hud yang tidak hadir dalam barisan tentaranya:


وَتَفَقَّدَ ٱلطَّيْرَ فَقَالَ مَا لِيَ لَآ أَرَى ٱلْهُدْهُدَ أَمْ كَانَ مِنَ ٱلْغَآئِبِينَ • لَأُعَذِّبَنَّهُۥ عَذَابٗا شَدِيدًا أَوْ لَأَاْذْبَحَنَّهُۥٓ أَوْ لَيَأْتِيَنِّي بِسُلْطَٰنٖ مُّبِينٖ


Ayat ini menunjukkan nilai kontrol dalam kepemimpinan. Seorang entrepreneur harus memperhatikan detail, tidak boleh lalai walau sekecil apapun, karena satu kelalaian bisa berakibat besar. Tetapi di sisi lain, Nabi Sulaiman memberi ruang bagi hud-hud untuk menjelaskan dirinya, artinya dalam kepemimpinan juga ada ruang dialog dan klarifikasi.


Salah satu momen yang paling terkenal adalah pertemuan Nabi Sulaiman dengan Ratu Bilqis. Ia tidak menaklukkan hanya dengan kekuatan militer, tetapi dengan menunjukkan kebesaran peradaban, inovasi arsitektur, dan strategi diplomasi. Dalam QS. An-Naml ayat 44, ketika Bilqis masuk ke istana yang lantainya dari kaca, ia terkesan hingga mengira lantai itu air:


قِيلَ لَهَا ٱدْخُلِي ٱلصَّرْحَۖ فَلَمَّا رَأَتْهُ حَسِبَتْهُ لُجَّةٗ وَكَشَفَتْ عَن سَاقَيْهَاۚ قَالَ إِنَّهُۥ صَرْحٞ مُّمَرَّدٞ مِّن قَوَارِيرَۗ


Di sinilah kita melihat pentingnya inovasi dan kreativitas. Entrepreneur Qur’ani bukan hanya memproduksi barang atau jasa, tetapi juga menciptakan nilai tambah yang membuat orang lain kagum dan tergerak. Nabi Sulaiman mengajarkan bahwa daya tarik peradaban dan kekuatan diplomasi bisa tumbuh dari kemampuan berinovasi.


Namun, di balik semua kejayaan itu, Nabi Sulaiman tetap rendah hati. Ia menegaskan dalam QS. An-Naml ayat 40:


هَٰذَا مِن فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِيٓ ءَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُۖ


“Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mengujiku, apakah aku bersyukur atau kufur.”


Inilah inti dari entrepreneurship Qur’ani. Segala kekuatan, teknologi, sumber daya, dan kepemimpinan bukanlah untuk kesombongan, melainkan sebagai ujian syukur. Sukses bukan semata-mata milik pribadi, tetapi titipan yang harus dipertanggungjawabkan.


Maka dari itu, dari kisah Nabi Sulaiman kita belajar bahwa entrepreneurship dalam perspektif Qur’an bukan hanya soal mencari keuntungan. Ia adalah seni mengelola sumber daya dengan efisiensi, menciptakan nilai tambah dengan inovasi, membangun organisasi yang disiplin, menjaga etika kepemimpinan, serta menundukkan hati untuk selalu bersyukur. Inilah jalan entrepreneurship Qur’ani yang bisa menjadi bekal bagi para santri, umat, dan siapa saja yang ingin membangun peradaban dengan cahaya iman.


Pesantren Raudhatul Irfan, Selasa, 23 September 2025