Entrepreneurship dalam Cahaya QS At-Takāthur

Penulis: Irfan Soleh


Dalam dunia modern, entrepreneurship sering dipahami sebagai seni mencari peluang, membangun usaha, dan mengejar keuntungan. Namun, dalam pandangan Al-Qur’an, entrepreneurship lebih dari sekadar aktivitas ekonomi. Ia adalah jalan pengabdian, sarana menebar manfaat, dan ladang untuk memperberat timbangan amal di hadapan Allah. Salah satu surah pendek, QS At-Takāthur, memberikan peringatan yang sangat dalam mengenai bagaimana manusia seharusnya bersikap terhadap harta dan kompetisi dunia. Artikel ini merupakan ulasan Pengajian Tafsir Quran bersama Santri Pesantren Raudhatul Irfan, Pelajaran entrepreneurship apa yang bisa kita ambil dari QS At Takatsur?


Surah ini dibuka dengan kalimat yang menegur keras: “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur.” (QS At-Takāthur: 1–2). Ayat ini menggambarkan kondisi manusia yang sering terjebak dalam perlombaan menumpuk harta, mengejar gengsi, dan mengukur kesuksesan dari banyaknya kepemilikan. Fenomena ini sangat relevan dengan kehidupan sekarang, di mana budaya konsumtif dan mentalitas pamer mewarnai kehidupan masyarakat, terutama di media sosial.


Namun, QS At-Takāthur bukan sekadar teguran. Ia juga membawa pesan penting bagi entrepreneur muslim agar tidak larut dalam arus materialisme. Pesannya jelas: kekayaan boleh dikejar, tetapi bukan untuk dijadikan ajang kesombongan. Harta harus menjadi sarana ibadah dan kebermanfaatan, bukan tujuan akhir.


Sejarah mencatat dua sosok yang dapat menjadi cermin bagi kita. Di satu sisi ada Qarun, seorang yang kaya raya dengan perbendaharaan harta luar biasa. Namun, kekayaan itu membuatnya sombong dan lupa diri, hingga Allah menenggelamkannya ke dalam bumi bersama harta bendanya. Qarun adalah simbol pengusaha yang gagal memahami pesan At-Takāthur—bahwa harta tanpa keberkahan hanya akan menjadi beban.


Di sisi lain, ada Abdurrahman bin ‘Auf, seorang sahabat Nabi yang juga sukses besar dalam perdagangan. Ia tidak hanya kaya, tetapi juga dermawan. Harta yang dimilikinya selalu ia infakkan di jalan Allah, membiayai perjuangan umat, bahkan membantu menegakkan Islam melalui kontribusi ekonominya. Kesuksesan Abdurrahman tidak hanya diukur dari profit, tetapi juga dari manfaat yang ia berikan kepada banyak orang.


Kedua kisah ini menegaskan bahwa entrepreneurship dalam perspektif Al-Qur’an bukanlah tentang siapa yang paling kaya, melainkan siapa yang paling bertanggung jawab terhadap hartanya. QS At-Takāthur menutup dengan peringatan keras: “Kemudian sungguh, kamu pasti akan ditanya pada hari itu tentang segala nikmat yang kamu megahkan.” (QS At-Takāthur: 8). Artinya, setiap rupiah keuntungan, setiap aset, dan setiap kesempatan bisnis kelak akan menjadi bahan pertanyaan di hadapan Allah.


Pesan ini sejalan dengan teori modern tentang Triple Bottom Line: profit, people, dan planet. Dunia bisnis tidak boleh hanya berhenti pada profit, tetapi harus memberi manfaat pada manusia dan menjaga kelestarian bumi. Bedanya, QS At-Takāthur menambahkan dimensi spiritual: bahwa keberlanjutan sejati bukan hanya soal keseimbangan dunia, tetapi juga tentang keselamatan di akhirat.


Dalam konteks kekinian, pesan At-Takāthur sangat relevan. Banyak pengusaha muda terjebak pada budaya pamer—mengejar gaya hidup glamor, mengukur kesuksesan dari mobil mewah atau angka saldo rekening. Namun, ada juga yang memahami esensi sebenarnya: membangun usaha sosial, memberdayakan masyarakat kecil, atau mengelola bisnis ramah lingkungan. Inilah entrepreneur sejati dalam cahaya Al-Qur’an, yang tidak hanya mengejar angka, tetapi juga makna.


Pada akhirnya, QS At-Takāthur mengajarkan bahwa entrepreneurship adalah amanah. Harta dan usaha adalah nikmat yang harus dikelola dengan penuh tanggung jawab. Mereka yang menjadikan kekayaan sebagai sarana ibadah akan meninggalkan jejak kebaikan, sementara mereka yang terjebak dalam perlombaan harta hanya akan menemukan kehampaan. Maka, tugas kita sebagai entrepreneur muslim adalah memastikan bahwa setiap langkah bisnis bukan hanya menambah angka, tetapi juga menambah berat timbangan amal di hadapan Allah.


Kereta Argo Wilis, 10 September 2025