Dua Kelompok Manusia dalam Cahaya QS. Al-Qashash 79–84 dan Spirit Quranicpreneur

Penulis: Irfan Soleh


Ba’da Magrib, Aula Pesantren Raudhatul Irfan Ciamis terasa hangat oleh suara para santri yang melantunkan shalawat Qur'aniyyah Sebelum pengajian dimulai. Lampu-lampu sederhana menerangi wajah-wajah penuh antusias, sementara kitab tafsir terbuka di hadapan mereka. Kami membahas QS. Al-Qashash ayat 79–82 dan dalam tulisan ini kami tambahkan penjelasan dari ayat 83-84, yang menyingkap tentang Qarun dan dua kelompok manusia yang berbeda dalam menyikapi gemerlap dunia. Lantas, kelompok manusia seperti apakah yang digambarkan Al-Qur’an dalam kisah Qarun ini?


Allah menggambarkan adanya kelompok pertama yang silau oleh harta. Saat Qarun keluar dengan perhiasannya, mereka berangan-angan, “Alangkah baiknya jika kita memiliki seperti yang telah diberikan kepada Qarun, sungguh dia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar.” (QS. Al-Qashash: 79). Bagi mereka, kesuksesan diukur hanya dari harta, kekayaan, dan kemewahan semata.


Namun, ada pula kelompok kedua yang berilmu dan beriman. Mereka tidak silau oleh penampilan duniawi Qarun. Mereka menegaskan bahwa pahala Allah lebih baik daripada kekayaan dunia, dan keberuntungan sejati hanya diberikan kepada orang yang sabar serta beramal saleh. Sebagaimana firman-Nya: “Kebahagiaan yang abadi di sisi Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh; dan tidak diperoleh kecuali oleh orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Qashash: 80).


Lalu Al-Qur’an melanjutkan dengan gambaran tragis yang menimpa Qarun. “Maka Kami benamkan dia (Qarun) bersama rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya satu golongan pun yang dapat menolongnya selain Allah, dan dia tidak termasuk orang-orang yang dapat membela diri.” (QS. Al-Qashash: 81). Kekayaan yang begitu diagungkan ternyata tidak bisa menyelamatkan Qarun dari azab Allah. Inilah peringatan keras bahwa harta tanpa keberkahan hanya akan menjerumuskan pemiliknya.


Melihat peristiwa itu, orang-orang yang kemarin berangan-angan ingin seperti Qarun tersadar. Mereka berkata, “Aduhai, benarlah Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya dan membatasinya (bagi siapa yang Dia kehendaki). Sekiranya Allah tidak melimpahkan karunia-Nya atas kita, benar-benar Dia telah membenamkan kita (pula). Aduhai, benarlah tidak beruntung orang-orang yang kafir itu.” (QS. Al-Qashash: 82). Inilah kesadaran kolektif bahwa rezeki sepenuhnya ada di tangan Allah, bukan pada usaha manusia semata, dan keberuntungan sejati bukan diukur dengan banyaknya harta, tetapi dengan iman yang menyelamatkan.


Kemudian Allah menegaskan prinsip keadilan-Nya: “Negeri akhirat itu Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Qashash: 83). Ayat ini menegaskan bahwa modal utama menuju kesuksesan hakiki adalah kerendahan hati, ketakwaan, dan keengganan untuk berbuat zalim.


Dari perenungan tafsir ini, santri diajak untuk memahami bahwa harta hanyalah sarana, bukan tujuan. Di sinilah kemudian kaitannya dengan konsep Quranicpreneur — sosok wirausahawan yang menjadikan Al-Qur’an sebagai panduan dalam bekerja dan berniaga. Seorang Quranicpreneur berusaha keras mencari rezeki, tetapi tidak menjadikan harta sebagai pusat hidup. Bagi mereka, keuntungan bukan hanya untuk pribadi, melainkan juga untuk menebar manfaat bagi masyarakat.


Quranicpreneur melihat dunia sebagai ladang amal. Laba bisnis diarahkan untuk keberkahan: memberdayakan umat, mendukung pendidikan, dan menguatkan ekonomi pesantren. Mereka mengambil pelajaran dari akhir kisah Qarun, ketika Allah menutup dengan janji-Nya: “Barang siapa datang dengan (membawa) kebaikan, maka baginya balasan yang lebih baik daripadanya; dan barang siapa datang dengan (membawa) kejahatan, maka orang-orang yang berbuat kejahatan itu tidak akan diberi pembalasan melainkan sebanding dengan apa yang dahulu mereka kerjakan.” (QS. Al-Qashash: 84).


Dengan demikian, pengajian ba’da Magrib di Pesantren Raudhatul Irfan meneguhkan santri bahwa pilihan hidup ada di tangan kita: apakah ingin seperti kelompok yang silau oleh dunia, atau memilih jalan Quranicpreneur, yang menyeimbangkan usaha duniawi dengan orientasi akhirat. Kisah Qarun menjadi cermin agar harta tidak menjadi bumerang, melainkan wasilah menuju ridha Allah SWT, semoga...Amin...


Pesantren Raudhatul Irfan, 18 September 2025