Ciamis dan Jalan Menuju Kabupaten Pertanian Organik
Penulis: Irfan Soleh
Kabupaten Ciamis pada tahun 2025 menghadapi tantangan serius dalam pengelolaan anggarannya. Berdasarkan APBD Ringkas 2025 Jawa Barat (Bappeda Jabar, 2025), total pendapatan daerah Ciamis sebesar Rp2,79 triliun. Dari jumlah itu, hanya Rp405 miliar atau sekitar 14,5 persen yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Angka ini menunjukkan betapa tingginya ketergantungan Ciamis pada dana transfer pusat. Sementara itu, belanja daerah mencapai Rp3,25 triliun, lebih besar daripada pendapatan yang tersedia, sehingga defisit anggaran sekitar Rp460 miliar tidak bisa dihindari. Kondisi ini menegaskan perlunya terobosan baru untuk memperkuat kemandirian fiskal, tanpa sekadar mengandalkan pajak daerah atau bantuan pusat. Kami Civitas pesantren, hasil diskusi dengan berbagai pihak terkait, berupaya memberikan ide dan gagasan yang ciamik dengan menjadikan Ciamis menjadi Kabupaten pertanian organik, seperti apa konsepnya?
Salah satu jalan keluar yang potensial adalah membangun daya saing Ciamis melalui pertanian organik. Dengan luas lahan pertanian lebih dari 80 ribu hektar (BPS Kabupaten Ciamis, Statistik Pertanian 2023), Ciamis sejatinya memiliki modal besar untuk menjadi kabupaten agraris yang unggul. Selama ini, mayoritas lahan dimanfaatkan untuk padi, hortikultura, dan perkebunan rakyat. Namun, sebagian besar produk dijual secara konvensional dengan nilai tambah rendah. Padahal, tren global menunjukkan pertumbuhan pasar produk organik mencapai 8–10 persen per tahun (FiBL & IFOAM, The World of Organic Agriculture 2023), dengan nilai pasar dunia lebih dari USD 120 miliar. Jika Ciamis berani melakukan reposisi sebagai Kabupaten Pertanian Organik, maka manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan bisa diraih secara bersamaan.
Simulasi sederhana memberikan gambaran nyata tentang potensi ini. Berdasarkan data BPS Kabupaten Ciamis 2023, lahan sawah di Ciamis mencapai sekitar 56 ribu hektar, dengan produktivitas rata-rata 5,5 ton per hektar. Dengan harga gabah Rp5.500 per kilogram (Kemendag, Harga Gabah 2024), nilai produksi total padi konvensional mencapai Rp1,69 triliun per tahun. Namun, jika 30 persen lahan atau sekitar 16.800 hektar dialihkan menjadi padi organik, nilainya akan jauh lebih tinggi. Meski produktivitas sedikit lebih rendah sekitar 5 ton per hektar (Litbang Pertanian, Kementan 2022), harga gabah organik dapat mencapai Rp10.000 per kilogram (Asosiasi Organik Indonesia, 2023). Maka nilai produksi per hektar naik menjadi Rp50 juta, dengan total Rp840 miliar dari 16.800 hektar. Dibandingkan pola konvensional yang hanya menghasilkan Rp508 miliar, terjadi kenaikan nilai tambah sebesar Rp332 miliar per tahun.
Kenaikan ini bukan angka kecil. Jika sebagian kecil saja, katakanlah lima persen dari nilai tambah tersebut, dapat masuk ke PAD melalui retribusi, kontribusi BUMD, atau mekanisme kerjasama dagang, maka Kabupaten Ciamis bisa memperoleh tambahan Rp16,6 miliar per tahun. Angka ini setara dengan peningkatan empat persen PAD hanya dari sektor padi organik. Dan perhitungan ini belum mencakup potensi hortikultura organik, kopi organik, maupun produk peternakan berbasis pakan organik. Jika ketiganya digarap dengan serius, bukan tidak mungkin tambahan PAD dari sektor organik bisa mencapai Rp50–70 miliar per tahun dalam lima tahun mendatang.
Lebih jauh, pertanian organik bukan hanya soal angka. Dengan positioning sebagai kabupaten organik, Ciamis akan memiliki keunggulan daya saing yang khas. Pasar domestik kelas menengah di kota-kota besar seperti Bandung, Jakarta, dan Surabaya memiliki permintaan tinggi atas pangan sehat. Di tingkat global, produk organik seperti kopi, beras, dan rempah memiliki peluang ekspor yang besar, terutama ke Eropa, Jepang, dan Timur Tengah (ITC, Market Analysis Organic Food 2023). Di sisi lain, sawah organik bisa dikembangkan menjadi destinasi wisata edukasi atau agrotourism, memperkuat citra Ciamis sebagai daerah religius dan ramah lingkungan. Branding hijau ini sekaligus mendukung agenda pembangunan berkelanjutan (SDGs) yang kini menjadi tuntutan global.
Agar gagasan ini dapat terwujud, diperlukan strategi implementasi yang terencana dalam jangka lima tahun. Pada tahap awal, pemerintah daerah perlu melakukan pemetaan lahan dan penetapan kawasan percontohan organik. Petani diberikan pendampingan, mulai dari teknik budidaya organik, sertifikasi, hingga akses pasar. Pada tahun-tahun berikutnya, kelembagaan petani diperkuat melalui koperasi, BUMDes atau Badan Usaha Milik Pesantren (BUMP) yang tidak hanya mengelola produksi tetapi juga distribusi. Sementara itu, BUMD atau mitra swasta bisa mengambil peran dalam pengolahan, branding, dan pemasaran produk organik ke pasar nasional maupun ekspor. Pada tahap akhir, Ciamis bisa memantapkan diri sebagai pusat pertanian organik dengan ekosistem lengkap, mulai dari riset, produksi, distribusi, hingga wisata.
Dengan langkah-langkah tersebut, jalan menuju kemandirian fiskal bukan lagi angan-angan. Defisit anggaran yang kini menghantui bisa ditekan, PAD bisa diperkuat, dan kesejahteraan petani bisa ditingkatkan. Pertanian organik memberi peluang bagi Ciamis untuk tidak hanya menjadi lumbung pangan, tetapi juga menjadi ikon pertanian sehat, berdaya saing, dan berkelanjutan. Dari lahan sawah yang hijau, harapan baru untuk keuangan daerah dapat tumbuh, menjadikan Ciamis lebih mandiri dan berwibawa di hadapan daerah lain. Semoga...Amin...
Pesantren Raudhatul Irfan Ciamis, 8 September 2025
1 Komentar
mantap ...maju terus Raudhatul Irfan,dan edukasikan ke masyarakat Ciamis yang propesinya petani
BalasHapus