Santri Raudhatul Irfan dalam Memaknai dan Mengisi Kemerdekaan
Penulis: Irfan Soleh
Kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 adalah buah dari perjuangan panjang, pengorbanan jiwa, raga, dan semangat tak kenal lelah dari para pahlawan bangsa. Bagi para santri di Pondok Pesantren Raudhatul Irfan, kemerdekaan bukan sekadar momen sejarah yang diperingati setiap tahun, melainkan anugerah besar yang harus dimaknai secara mendalam dan diisi dengan perbuatan nyata. Kemerdekaan menjadi ruang luas bagi santri untuk berkembang, belajar, dan memberi kontribusi terhadap bangsa dan agama.
Di lingkungan pesantren, makna kemerdekaan selalu dikaitkan dengan nilai-nilai spiritual. Santri melihat kemerdekaan sebagai kesempatan yang diberikan oleh Allah SWT agar umat Islam bisa beribadah tanpa tekanan, mengembangkan pendidikan agama, dan membina akhlak mulia di tengah masyarakat. Kebebasan ini juga dimaknai sebagai bentuk tanggung jawab: bahwa dengan merdeka, santri tak lagi berjuang dengan senjata, tetapi dengan ilmu dan amal. Mereka merasa terpanggil untuk menjaga dan melanjutkan perjuangan para ulama dan pejuang terdahulu, bukan hanya dengan mengenangnya, tetapi dengan menghidupkan semangat itu dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan di Pondok Pesantren Raudhatul Irfan tidak hanya mengajarkan ilmu agama dalam bentuk hafalan dan pemahaman kitab, tetapi juga membentuk karakter dan jiwa kepemimpinan. Santri dididik untuk memiliki kepekaan sosial, kedisiplinan, dan tanggung jawab terhadap sesama. Mereka diajak untuk aktif dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan, seperti bakti sosial, kegiatan lingkungan, hingga pengabdian di daerah pelosok. Semua itu merupakan bagian dari cara santri mengisi kemerdekaan — dengan memberikan manfaat nyata kepada masyarakat di sekitarnya.
Dalam suasana kebebasan pascareformasi, santri di pesantren ini juga mulai dikenalkan dengan dunia teknologi dan keterampilan modern. Mereka belajar komputer, komunikasi digital, bahkan mulai mengenal wirausaha kecil sebagai bekal kemandirian ekonomi. Kemandirian ini sejalan dengan semangat berdikari yang menjadi cita-cita para pendiri bangsa. Santri bukan hanya menjadi pribadi yang taat beragama, tetapi juga memiliki daya saing dan kemampuan untuk berdiri tegak di tengah tantangan zaman.
Pandangan para pakar pendidikan turut menguatkan pentingnya peran santri dalam mengisi kemerdekaan. Ki Hajar Dewantara, dalam gagasannya yang terkenal, menyatakan bahwa kemerdekaan sejati adalah kebebasan untuk berpikir dan bertindak secara merdeka sebagai manusia. Pendidikan, bagi beliau, adalah jalan untuk memanusiakan manusia. Gagasan ini sangat hidup di dalam pesantren, di mana santri diajarkan berpikir kritis dan mandiri dalam bertindak.
Senada dengan itu, Prof. Dr. Abdul Mu’ti menekankan bahwa santri harus menjadi pelopor perubahan sosial. Menurutnya, santri zaman sekarang tidak bisa hanya berkutat dalam tembok pesantren, tetapi juga harus aktif di ruang publik, membawa nilai-nilai Islam yang rahmatan lil alamin dan menjaga persatuan bangsa. Sementara itu, Prof. Dr. Armai Arief, guru besar pendidikan Islam, menyebut pesantren sebagai lembaga pendidikan tertua yang paling tangguh dalam menghadapi zaman. Menurutnya, santri yang mampu membaca zaman dan menyesuaikan diri tanpa kehilangan jati diri, akan menjadi pengisi kemerdekaan sejati.
Bagi santri Raudhatul Irfan, peringatan Hari Kemerdekaan bukan hanya ajang seremonial dengan lomba dan upacara. Lebih dari itu, hari kemerdekaan menjadi waktu untuk merenung, mengevaluasi, dan memperkuat komitmen untuk terus berkontribusi dalam membangun bangsa. Mereka memahami bahwa cinta tanah air adalah bagian dari iman, dan bahwa menjaga keutuhan negara adalah bagian dari tugas keagamaan yang tak bisa diabaikan.
Dengan semangat itu, santri Raudhatul Irfan terus belajar dan berjuang. Mereka ingin menjadi generasi penerus yang bukan hanya bangga akan kemerdekaan, tetapi juga mampu menjaga dan mengisi kemerdekaan dengan ilmu, akhlak, dan pengabdian. Di tengah tantangan zaman yang terus berubah, pesantren tetap menjadi tempat subur bagi tumbuhnya harapan, dan para santri adalah benih-benih masa depan yang siap tumbuh menjadi pemimpin bangsa yang berakhlak dan berilmu.
Pesantren Raudhatul Irfan, 19 Agustus 2025
0 Komentar