Juz Satu; Peta Jalan Hidayah

Penulis: Irfan Soleh


Juz pertama Al-Qur’an adalah gerbang yang memperkenalkan pembaca kepada inti ajaran Islam. Ia dimulai dengan surat al-Fatihah, yang dikenal sebagai Ummul Kitab atau induk dari seluruh Al-Qur’an, lalu dilanjutkan dengan surat al-Baqarah hingga ayat 141. Dari susunannya, juz ini dapat dipandang sebagai peta besar kehidupan: hubungan hamba dengan Tuhannya, tuntunan syariat, sejarah umat terdahulu, hingga identitas kaum beriman. Artikel ini akan membahas fragmen tema dan kandungan yang ada di juz 1 yaitu Al-Fatihah: Doa dan Jalan Lurus, Al-Baqarah: Kitab Petunjuk dan Cermin Kehidupan, Kisah Bani Israil: Cermin Umat yang Lalai, Identitas Baru Umat Islam, Pelajaran tentang Ketaatan dan Ketundukan, dan penutup: Peta Awal Perjalanan Hidup.


Al-Fatihah membuka Al-Qur’an dengan lantunan doa. Surat ini bukan sekadar bacaan, melainkan inti dari segala hubungan antara hamba dengan Allah. Ia dimulai dengan pujian kepada Sang Pencipta: "Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang. Pemilik hari pembalasan." (QS. al-Fatihah: 2–4). Kemudian beralih menjadi pengakuan dan permohonan: "Hanya kepada-Mu kami menyembah, dan hanya kepada-Mu kami mohon pertolongan. Tunjukilah kami jalan yang lurus." (QS. al-Fatihah: 5–6). Doa ini mengalir sebagai fondasi perjalanan manusia. Jalan lurus (ash-shirathal mustaqim) menjadi tema yang kemudian dijelaskan panjang lebar dalam surat al-Baqarah.


Kemudian surat Al-Baqarah yang membahas Kitab Petunjuk dan Cermin Kehidupan. Setelah doa dalam al-Fatihah, Allah menjawab permintaan itu dengan menghadirkan al-Baqarah. Surat ini dibuka dengan penegasan bahwa Al-Qur’an adalah petunjuk hidup bagi mereka yang bertakwa: "Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan di dalamnya, menjadi petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa." (QS. al-Baqarah: 2). Pada bagian awal, al-Baqarah menggambarkan tiga tipe manusia: kaum bertakwa yang beriman kepada yang gaib dan menegakkan shalat; kaum kafir yang menutup hati; serta kaum munafik yang berpura-pura beriman namun sesungguhnya penuh tipu daya. Gambaran ini memperlihatkan realitas sosial yang selalu hadir dalam kehidupan manusia.


Selanjutnya Kisah Bani Israil: Cermin Umat yang Lalai. Tema besar juz ini mengalir pada sejarah Bani Israil. Mereka diberi nikmat yang besar, diselamatkan dari Fir’aun, diberi manna dan salwa, bahkan diutus para nabi. Namun, nikmat itu sering mereka balas dengan pembangkangan. Al-Qur’an menuturkan: "Ingatlah ketika Kami membebaskan kamu dari (Fir’aun dan) pengikutnya. Mereka menimpakan siksaan yang sangat pedih kepadamu; mereka menyembelih anak-anak laki-lakimu dan membiarkan hidup perempuan-perempuanmu. Dan pada yang demikian itu ada cobaan besar dari Tuhanmu." (QS. al-Baqarah: 49). Kisah-kisah ini bukan sekadar sejarah, melainkan peringatan bagi umat Nabi Muhammad agar tidak jatuh pada kesalahan yang sama: lalai, sombong, dan berpaling dari perintah Allah.


Juz pertama juga memperlihatkan momen penting dalam sejarah peradaban Islam: perubahan arah kiblat dari Baitul Maqdis menuju Ka’bah, Identitas Baru Umat Islam. Perubahan ini bukan hanya teknis ibadah, melainkan peneguhan identitas umat Islam sebagai komunitas baru yang memiliki jalan hidup berbeda dari Bani Israil dan kaum sebelumnya. Allah menegaskan: "Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu." (QS. al-Baqarah: 143). Dengan ayat ini, umat Islam diberi kedudukan mulia sebagai ummatan wasathan—umat pertengahan, seimbang, dan adil.


Di akhir juz pertama, mengalir kisah Nabi Ibrahim yang diuji dengan berbagai perintah berat, hingga diminta menyembelih putranya, yang merupakan Pelajaran tentang Ketaatan dan Ketundukan.  Dari ketaatan Ibrahim lahirlah doa agar keturunannya dijadikan umat yang tunduk kepada Allah. Allah mengabadikan: "Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim melaksanakannya dengan sempurna. Allah berfirman: ‘Sesungguhnya Aku menjadikanmu imam bagi seluruh manusia.’" (QS. al-Baqarah: 124). Ketaatan Ibrahim menjadi teladan bagaimana seorang hamba berjalan di atas jalan lurus yang selalu dimohonkan dalam al-Fatihah.


Akhirnya pada bagian penutup seolah berbicara tentang Peta Awal Perjalanan Hidup. Maka, Juz 1 adalah sebuah peta. Ia dimulai dengan doa memohon jalan lurus (al-Fatihah), lalu dilanjutkan dengan penjelasan panjang tentang bagaimana jalan itu ditempuh (al-Baqarah). Di dalamnya ada cermin sejarah Bani Israil sebagai peringatan, penegasan identitas umat Islam, hingga teladan Nabi Ibrahim tentang ketaatan sejati. Semua itu membentuk landasan bagi perjalanan seorang mukmin dalam menyusuri Al-Qur’an. Juz 1 mengajarkan bahwa permohonan hidayah tidak berhenti pada doa, melainkan harus diiringi ketundukan, ketaatan, dan komitmen sosial. Ia adalah pintu pertama menuju keseluruhan risalah Al-Qur’an, sebuah undangan untuk memasuki jalan Allah dengan kesadaran penuh.


Di Pesantren Raudhatul Irfan, pembelajaran tafsir Juz 1 dilakukan dengan pendekatan yang khas, yaitu metode Irfani yang berlandaskan pada Tafsir Jalalain. Santri diajak tidak hanya memahami makna ayat melalui tafsir klasik, tetapi juga memperkaya wawasan bahasa dengan penyertaan terjemah serta mufrodat dalam bahasa Arab dan Inggris. Lebih dari itu, proses belajar diperluas dengan praktik conversation atau muhadatsah dalam dua bahasa tersebut, sehingga kajian tafsir tidak hanya menyentuh sisi pemahaman spiritual dan intelektual, tetapi juga membekali santri dengan keterampilan komunikasi global. Dengan metode ini, setiap ayat dalam Juz 1 tidak berhenti sebagai teks yang dipahami, melainkan menjadi pengalaman hidup yang dikaitkan dengan bahasa, pemikiran, dan aplikasi nyata dalam keseharian.


Pesantren Raudhatul Irfan Ciamis, Akhir Agustus 2025