Kisah Thalut dan Jalut: Pelajaran untuk Umat dari QS. Al-Baqarah 246–252

Penulis: Irfan Soleh


Al-Qur’an banyak menyimpan kisah-kisah yang bukan sekadar sejarah, melainkan pelajaran hidup bagi setiap generasi. Salah satunya adalah kisah Thalut dan Jalut yang diceritakan dalam QS. Al-Baqarah ayat 246–252. Cerita ini menggambarkan perjuangan, kepemimpinan, ujian keimanan, hingga kemenangan kecil yang Allah anugerahkan kepada hamba-hamba-Nya yang sabar dan tawakal. Ayat-ayat ini memuat gambaran tentang dinamika sosial, spiritual, dan politik Bani Israil, serta bagaimana Allah menolong hamba-hamba-Nya yang beriman meski secara kuantitas dan kekuatan fisik mereka sangat terbatas. seperti apa kisahnya?


Kisah dimulai ketika Bani Israil, setelah ditinggalkan oleh Nabi mereka, meminta agar Allah mengangkat seorang pemimpin untuk memimpin mereka berperang. Mereka berkata: “Angkatlah seorang raja untuk kami agar kami dapat berperang di jalan Allah.” (QS. Al-Baqarah: 246). Namun, semangat itu ternyata hanya di lisan. Ketika benar-benar diwajibkan berperang, kebanyakan dari mereka mundur. Hanya sedikit yang tetap teguh.


Allah lalu memilih Thalut sebagai raja mereka. Tetapi penolakan kembali muncul karena Thalut bukan keturunan bangsawan dan bukan orang kaya. Pandangan manusia sering terjebak pada status dan harta, padahal Allah melihat dari sisi yang lain. Firman-Nya: “Sesungguhnya Allah telah memilihnya (Thalut) menjadi rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa. Allah memberikan kerajaan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki. Allah Mahaluas, Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 247).Sebagai bukti kekuasaan Thalut, Allah mengembalikan Tabut—peti peninggalan suci yang menjadi simbol ketenangan hati bagi Bani Israil.


Perjalanan menuju medan perang pun dimulai. Thalut menguji pasukannya dengan sebuah ujian di sungai. Mereka yang minum berlebihan tidak termasuk pengikutnya, hanya yang menahan diri dan sekadar menciduk sedikit air yang layak diteruskan. Ujian sederhana ini menyaring siapa yang benar-benar taat. Ternyata mayoritas gagal, hanya sedikit yang bertahan. Hal ini diabadikan dalam QS Al Baqarah ayat 249 yang artinya ; "Maka, ketika Talut keluar membawa bala tentara(-nya), dia berkata, “Sesungguhnya Allah akan mengujimu dengan sebuah sungai. Maka, siapa yang meminum (airnya), sesungguhnya dia tidak termasuk (golongan)-ku. Siapa yang tidak meminumnya, sesungguhnya dia termasuk (golongan)-ku kecuali menciduk seciduk dengan tangan.” Akan tetapi, mereka meminumnya kecuali sebagian kecil di antara mereka."


Ketika berhadapan dengan pasukan Jalut yang besar dan kuat, rasa gentar sempat muncul. Sebagian berkata mereka tidak sanggup melawan. Namun orang-orang beriman meneguhkan hati mereka dengan keyakinan: “Berapa banyak kelompok kecil yang dapat mengalahkan kelompok besar dengan izin Allah. Dan Allah bersama orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah: 249). Pertempuran pun berlangsung. Pasukan Thalut tidak hanya mengandalkan strategi, tetapi juga memperbanyak doa. Mereka memohon dengan penuh kerendahan hati: “Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami, kukuhkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami menghadapi orang-orang kafir.” (QS. Al-Baqarah: 250)


Doa itu menjadi kekuatan mereka. Dengan izin Allah, Jalut yang gagah perkasa tumbang di tangan seorang pemuda bernama Daud. Dari sinilah Daud `alaihissalam kemudian diangkat Allah menjadi nabi dan diberi kerajaan serta hikmah. Allah menutup kisah ini dengan penjelasan bahwa perputaran kekuasaan adalah sunnatullah. Jika tidak ada kelompok yang Allah tundukkan dengan kelompok lain, niscaya kerusakan akan merajalela di muka bumi. Namun Allah senantiasa menolong orang-orang yang beriman. “Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, niscaya rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas seluruh alam semesta.” (QS. Al-Baqarah: 251)


Kisah ini begitu sarat dengan pelajaran. Ia menunjukkan bahwa kepemimpinan sejati bukanlah karena nasab atau harta, tetapi karena ilmu, kekuatan, dan amanah. Ia juga mengajarkan bahwa kemenangan bukan ditentukan oleh jumlah besar, melainkan oleh iman yang kokoh, kesabaran, dan doa yang ikhlas. Ujian di sungai menjadi simbol bahwa perjuangan selalu melewati seleksi yang menguji kejujuran hati. Bagi umat Islam hari ini, kisah Thalut dan Jalut adalah pengingat. Betapa sering kita merasa kecil dan lemah di hadapan tantangan besar. Namun jika iman dan kesabaran kita teguh, jika kita berdoa dan bertawakal, pertolongan Allah pasti datang. Sebab kemenangan bukanlah milik mereka yang kuat secara lahiriah, tetapi milik mereka yang kuat secara ruhaniyah. Semoga...Amin...


Pesantren Raudhatul Irfan Ciamis, 21 Agustus 2025