Juz 'Amma: Mozaik Tauhid, Kiamat, dan Akhlak
Penulis: Irfan Soleh
Juz 30 atau Juz ‘Amma adalah penutup dari mushaf Al-Qur’an. Surat-surat di dalamnya pendek, namun sarat makna. Hampir semuanya turun di Makkah, pada masa awal dakwah Rasulullah, ketika penanaman akidah dan kesadaran akan hari akhir sangat ditekankan. Maka, suasana yang terasa ketika membaca juz ini adalah getaran tentang keagungan Allah, kedahsyatan kiamat, dan panggilan agar manusia kembali kepada jalan-Nya. Artikel ini berupaya mencoba membahas fragmen isi kandungan Juz 30 secara singkat dan diakhir kita akan bahas Inovasi Tafsir Jalalen Metode Irfani nya
Surat pertama, an-Naba’, seakan membuka tirai dengan pertanyaan yang tajam: “Tentang apakah mereka saling bertanya? Tentang berita yang besar, yang mereka perselisihkan tentangnya. Sekali-kali tidak, kelak mereka akan mengetahui” (QS. an-Naba’ [78]: 1-5). Pertanyaan itu merujuk pada hari kebangkitan yang diragukan oleh kaum kafir Quraisy. Allah menggambarkan dengan detail: bumi diguncang, gunung hancur, dan manusia berdiri di hadapan pengadilan Ilahi.
Nuansa ini berlanjut dalam an-Nazi’at, yang menghadirkan sosok malaikat pencabut nyawa dengan tugasnya yang pasti: “Demi (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan keras. Dan (malaikat-malaikat) yang mencabut dengan lemah-lembut” (QS. an-Nazi’at [79]: 1-2). Surat ini lalu menyinggung kisah Musa dan Fir’aun sebagai peringatan bahwa kesombongan penguasa dunia berakhir dengan kehancuran.
Kemudian datanglah ‘Abasa, dengan nada berbeda. Surat ini tidak menggambarkan kosmos atau kiamat, melainkan menegur Rasul agar tidak mengabaikan seorang buta yang tulus, hanya karena sibuk menghadapi pemuka Quraisy. Allah berfirman: “Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena seorang buta datang kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa)?” (QS. ‘Abasa [80]: 1-3). Pesan ini begitu lembut: dakwah bukan milik kaum elit, melainkan panggilan untuk semua.
Namun teguran itu segera disusul dengan kembali hadirnya gambaran kiamat. Dalam at-Takwir: “Apabila matahari digulung, apabila bintang-bintang berjatuhan, apabila gunung-gunung dihancurkan” (QS. at-Takwir [81]: 1-3). Lalu al-Infithar: “Apabila langit terbelah, apabila bintang-bintang jatuh berserakan, apabila lautan meluap” (QS. al-Infithar [82]: 1-3). Sementara al-Inshiqaq melukiskan manusia menerima kitab amalnya: “Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah, dan dia akan kembali kepada keluarganya dengan gembira” (QS. al-Inshiqaq [84]: 7-9). Semua gambaran ini menyatu menjadi peringatan yang tak terbantahkan: hidup berakhir, dan di baliknya ada pertanggungjawaban.
Tidak hanya ancaman kiamat, Juz 30 juga menegaskan nilai moral dan kemanusiaan. Al-Muthaffifin menegur keras orang-orang yang curang dalam timbangan: “Celakalah bagi orang-orang yang curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi” (QS. al-Muthaffifin [83]: 1-3). Sementara al-Ma’un mengecam orang yang lalai secara sosial: “Tahukah kamu orang yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak mendorong memberi makan orang miskin” (QS. al-Ma’un [107]: 1-3). Pesannya jelas: ibadah ritual tak bermakna bila terlepas dari kepedulian sosial.
Di tengah kerasnya ancaman dan teguran moral, ada pula surat-surat penghibur. Adh-Dhuha hadir dengan janji lembut: “Tuhanmu tidak meninggalkan engkau dan tidak (pula) membencimu. Dan sungguh, yang kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang permulaan” (QS. adh-Dhuha [93]: 3-4). Lalu al-Insyirah menambahkan kekuatan jiwa: “Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan” (QS. al-Insyirah [94]: 6). Ayat-ayat ini ibarat pelukan dari langit, menenangkan hati Nabi yang lelah berjuang.
Juz ini juga sarat renungan tentang manusia. At-Tin mengingatkan: “Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya, kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan” (QS. at-Tin [95]: 4-6). Al-‘Alaq merekam peristiwa agung wahyu pertama: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah” (QS. al-‘Alaq [96]: 1-2). Al-Qadr lalu mengajak menyadari kemuliaan malam turunnya Al-Qur’an: “Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan” (QS. al-Qadr [97]: 3).
Menjelang akhir, pesan menjadi kian singkat namun dalam. Al-‘Ashr menegaskan: “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, beramal saleh, saling menasihati dalam kebenaran, dan saling menasihati dalam kesabaran” (QS. al-‘Ashr [103]: 1-3). Lalu at-Takatsur memperingatkan agar manusia tidak lalai oleh harta: “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur” (QS. at-Takatsur [102]: 1-2).
Akhir mushaf ditutup dengan doa-doa perlindungan. Al-Ikhlash menegaskan tauhid: “Katakanlah: Dialah Allah Yang Maha Esa. Allah tempat bergantung segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan tidak ada sesuatu pun yang setara dengan-Nya” (QS. al-Ikhlash [112]: 1-4). Lalu al-Falaq dan an-Nas menjadi tameng spiritual: “Katakanlah: Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh, dari kejahatan makhluk-Nya” (QS. al-Falaq [113]: 1-2). “Katakanlah: Aku berlindung kepada Tuhan manusia, Raja manusia, Sembahan manusia, dari kejahatan bisikan setan yang bersembunyi” (QS. an-Nas [114]: 1-4).
Maka lengkaplah perjalanan. Juz 30 bukan sekadar kumpulan surat pendek, melainkan sebuah rangkuman kehidupan: pengakuan atas Tuhan, kesadaran akan hari akhir, tanggung jawab sosial, dan doa penutup untuk perlindungan jiwa. Ia menutup Al-Qur’an dengan kesan kuat, mendidik manusia agar selalu mengingat Allah, mempersiapkan akhirat, berbuat baik di dunia, dan memohon perlindungan dari segala keburukan.
Kemudian Tafsir Jalalaen Metode Irfani Juz 30 berupaya menghadirkan Mozaik tauhid, kiamat, akhlaq dan tema-tema lain yang ada dalam juz 30 dengan penjelasan Tafsir Jalalaen dalam berbagai bahasa. Pesantren Raudhatul Irfan dengan sekolah SMPIT dan SMAIT IRFANI Quranicpreneur Bilingual School nya berupaya menghadirkan pembelajaran tafsir sekaligus pembelajaran bahasa asing terutama bahasa arab dan inggris, sehingga para santri tidak hanya mengkaji tafsir al Qur'an tetapi juga belajar bahasa arab inggris agar bisa mengkomunikasikan isi kandungan tafsir juz 30 ini ke berbagai negara, semoga...Amin...
Pesantren Raudhatul Irfan Ciamis, 27 Agustus 2025
0 Komentar