Penulis : Irfan Soleh
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menyamakan antara “Islam” dan “iman”. Padahal, Al-Qur’an sendiri memberikan batas yang jelas antara keduanya. Salah satu ayat yang membahas hal ini secara gamblang adalah QS Al-Hujurat ayat 14–15. Melalui tafsir Al-Jalalain, kita dapat memahami perbedaan mendalam antara Islam lahiriah dan iman sejati, serta bagaimana seharusnya seorang Muslim menapaki jalur keimanan yang benar. berikut ringkasan catatan pengajian Tafsir Jalalain edisi 21 Juli 2025 Pesantren Raudhatul Irfan Ciamis
Dalam Tafsir Jalalain, Imam Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin as-Suyuthi menjelaskan bahwa ayat ini berbicara tentang sekelompok orang Arab Badui yang menyatakan telah beriman. Allah memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk menegur mereka: "Kamu belum beriman," artinya kalian belum mencapai derajat iman yang sejati, yang benar-benar meresap dalam hati.
Sebaliknya, mereka baru berada pada tingkat Islam lahiriah, yaitu tunduk secara fisik kepada ajaran Islam—mereka shalat, berpuasa, dan mengikuti aturan—tetapi hati mereka belum sepenuhnya yakin dan mantap. Namun demikian, Allah tetap memberikan harapan. Jika mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka amal mereka tidak akan disia-siakan. Ini menunjukkan bahwa ketaatan tetap dihargai meski keimanan belum sempurna.
Lantas seperti apa ciri-ciri orang yang benar-benar beriman?QS Al Hujurot Ayat 15 menjelaskan siapa sebenarnya orang yang benar-benar beriman: Pertama, Orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dengan keyakinan penuh. Kedua, Tidak ragu-ragu sedikit pun setelah beriman. dan Ketiga, Membuktikan imannya dengan jihad—baik harta maupun jiwa—di jalan Allah. Menurut Tafsir Jalalain, mereka inilah orang-orang yang benar (ash-shadiqun). Artinya, bukan hanya sekadar ucapan atau klaim lisan, tapi dibuktikan melalui pengorbanan dan perjuangan.
Tafsir Jalalain QS Al-Hujurat ayat 14–15 menegaskan perbedaan mendasar antara Islam sebagai identitas lahir dan iman sebagai keyakinan batin yang tulus. Orang-orang yang mengaku beriman namun belum menghayatinya dalam hati, belum sampai pada derajat mukmin sejati. Sebaliknya, orang-orang yang beriman dengan keyakinan penuh, tanpa keraguan, dan membuktikan imannya lewat amal serta perjuangan, merekalah yang disebut benar-benar beriman. Dalam kehidupan kita hari ini, ayat ini menjadi cermin: apakah kita baru sekadar Muslim, ataukah sudah benar-benar mukmin? Maka marilah kita terus meningkatkan keimanan, bukan hanya dalam ucapan, tapi dalam keyakinan, amal, dan pengorbanan.
Selasa, 22 Juli 2025 @Pondok Pesantren Raudhatul Irfan Ciamis
0 Komentar